My pLayLisT

Sabtu, 19 Agustus 2017

Sunnatullah Adanya Ujian di Dalam Kehidupan



TAFSIR AL HAYAH
DR. Ahzami Samiun Jazuli, MA - TV ONE
Jum’at 11 Agustus 2017

Sunnatullah Adanya Ujian di Dalam Kehidupan

Mengapa harus ada ujian bagi orang mukmin? Konsekuensinya adalah huznudzon kepada Allah.

Manfaat adanya ujian jika disikapi dengan sabar dan ikhlas karena Allah Ta’ala :

1)      Menghapuskan dosa-dosa.

Apabila kita benar menyikapinya bisa jadi sarana penghapus dosa. Rasulullah : “Tidaklah seorang mukmin ditimpa musibah pada dirinya, hartanya pada keluarganya sehingga menjadikan dia sedih melainkan semuanya itu menjadi sebab dihapuskannya dosa-dosanya di hadapan Allah.” (HR. Bukhori Mulim)

Inilah yang menyebabkan kita harus senantiasa berbaik sangka pada Allah. Ujian adalah sebuah madrasah kehidupan, universitas kehidupan dimana akan mentarbiyah langsung orang mukmin yang diberikan ujian tersebut.




2)      Penyebab derajat orang mukmin diangkat oleh Allah.

Dari Aisyah ra : “Tidaklah seorang yang terkena penyakit Tho’un, kemudian dia diam dalam negeri dan bersabar akan penyakitnya, tidaklah dia kecuali ia mendapatkan pahala seperti orang yang mati syahid.” (HR. Bukhori Muslim)



3)      Menjadi balasan di dunia.

Nabi Ayub,as diuji dengan sakitnya dan bersabar atasnya, lalu beliau mendapatkan ganti yang banyak dari Allah. Ini dikarenakan beliau curhatnya kepada Rabbnya.



4)      Menjadikan hati ikhlas, bersih, suci hanya bagi Allah SWT.

Biasanya jika orang diberikan ujian, dia akan merasa takkan ada orang di muka bumi ini yang dapat menolongnya dan yang dapat menolongnya hanya Allah SWT. Hal ini akan membuatnya semakin dekat pada Allah SWT.

Sakitnya seorang mukmin akan membuat dia makin ingat pada Allah, bahkan kematiannya pun akan membuatnya makin dekat dengan Allah SWT.

5)      Untuk mendidik orang mukmin agar lebih dewasa sebagai manusia.

Dalam Qs. Al-Baqarah : 155-157

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk “

Ungkapan Ulaaika…….dalam surat tersebut mengungkapkan kedudukan orang yang diuji itu itu begitu tinggi, begitu jauh.



6)      Membersihkan barisan orang beriman dari orang-orang yang mengaku beriman, orang-orang munafik.

Dalam ujian akan jelas batas antara orang-orang beriman dan orang-orang munafik.

Ketika perang Khandak, orang mukmin dikepung kafir, sampai tidak sempat sholat, orang munafik mengatakan bahwa tidaklah janji Rasulullah hanya menipu kita. Maka dengan ujian inilah terlihat mana orang yang benar-benar beriman dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya.



7)      Meneladani orang-orang yang sabar.

Bersabarlah kamu sebagaimana orang-orang saleh bersabar.

Ujian bagi orang-orang mukmin bukanlah azab, namun semata-mata memberikan pada diri mereka manfaat baik manfaat di dunia maupun di akhirat.






Bukannya tak mungkin tuk bisa tersenyum ketika hati menangis dan teriris, jika kita mampu  tuk menyadari itu bagian dari kasih Ilahi agar Allah memindahkan kebaikan-kebaikan orang yang menyakiti dan mendzalimi kita.



Bukannya tak mungkin tuk bisa bangkit dari keterpurukan, jika kita mampu tuk menyadari bahwa Allah sedang menyapa dengan cinta-Nya agar kita dapat tumbuh tegar dan kuat.



Bukannya tak mungkin tuk bisa memberi ketika diri sendiri dalam kekurangan, jika kita mampu tuk membahagiakan orang lain bukan hanya membahagiakan diri sendiri.



Bukannya tak mungkin tuk bisa memaafkan ketika dibenci dan dihina, jika kita mampu tuk memahami bahwa itu merupakan bagian dari penyucian diri dan ikhlas hanya mengharap Ridho Ilahi.



Bukannya tak mungkin tuk bisa melupakan kegagalan ketika kita masih berkubang didalamnya, jika kita mampu tuk menyadari itu adalah awal dari kesuksesan kita.



Bukannya tak mungkin tuk bisa melupakan masa lalu yang menyakitkan, jika kita mampu tuk mengetahui itulah jalan yang harus ditempuh untuk mengawali kebahagiaan yang akan diberikan Allah sebagai penggantinya.



Bukannya tak mungkin tuk bisa menghilangkan duka karena kehilangan, jika kita mampu tuk percaya bahwa Allah telah meminjamkan kepada kita beberapa saat tuk merasa bahagia.



Bukannya tak mungkin tuk bisa menghadapi penderitaan dan cobaan yang terus mendera, jika kita mampu tuk menumbuhkan kesabaran dan rasa syukur dan menyadari itu bagian dari cara Allah menyayangi hamba-Nya.



Mungkin alasan Tuhan menciptakan kesedihan, kesulitan serta penderitaan.

Agar kita menengadahkan tangan, bersuara dalam hati, bersujud dalam diam dan memulai segalanya dengan senyuman.

Bersabarlah…….dan ikhlaskan.



----Puisi by FaRaH_KiTHz----


*foto diambil dari google.com

Jumat, 18 Agustus 2017

Alunan secangkir Cappucinno


                “Errrrhhhmmmm……” kurentangkan kedua tanganku ke atas sambil sedikit menggeliat mengendurkan otot-otot kakuku yang telah lelah bekerja seharian. Sambil menunggu pesanan datang, aku menatap ke arah jalan raya yang begitu padat di setiap jam pulang kantor seperti sore ini, lebih tepatnya sepertinya Jakarta tak pernah mengenal kata “lengang”. Alih-alih langsung menelusuri kepadatan itu untuk segera sampai di rumah, aku lebih memilih untuk mengisi tenagaku yang telah terkuras di sebuah kafe di bilangan Menteng ini. Entah hobi, sebuah kebiasaan atau telah menjadi kewajiban aku melakukannya sejak kafe ini dibuka 1 bulan yang lalu. Ya, walau kafe ini baru dibuka selama 1 bulan, yang membuatku tak ragu untuk menjadi pelanggan tetapnya adalah karena suasana di kafe ini sangat tenang dengan dekorasi indah nan romantis, tanpa pernak pernik mentereng yang terlalu berlebihan seperti kafe di wilayah pusat jakarta pada umumnya. Sepertinya kafe ini mengusung tema vintage romantic kedai kopi di sebuah pedesaan. Mungkin karena tema itulah kafe ini jadi terkesan sederhana dan tak terlalu menarik perhatian. Untuk menunya sendiri tempat ini hanya menyediakan berbagai jenis minuman kopi dan dessert saja, sepertinya pendiri tempat ini ingin menghadirkan oase kecil di tengah hiruk pikuk kehidupan manusia yang terasa begitu membosankan, khususnya bagi makhluk abstrak sepertiku, haha….. Bagi seorang Ambivert sepertiku yang terkadang membutuhkan waktu menyendiri untuk mengisi tenaga di saat sisi introvertku mengambil alih, aku membutuhkan gua persembunyian untuk memulihkan tenaga, setelah sebagian waktuku habiskan dengan berusaha menjadi si ekstrovert demi tuntutan pekerjaan yang aku sebut sebagai “profesionalisme”. Aku seorang bidan biasa yang mencari nafkah demi sebongkah berlian di sebuah rumah sakit umum pusat pemerintah yang kebanyakan orang menyebutnya “Rumah Sakit Cari Mati”, mungkin karena terlalu banyaknya pasien yang masuk tapi tak pernah bisa keluar dengan selamat. Maklumlah, namanya juga rujukan nasional dan tempat terakhir orang mencari pertolongan, dengan sebuah keajaiban tentunya. Aku yakin, semua orang yang berada di sana, baik pasien, keluarga pasien ataupun petugasnya sudah lelah mengharapkan terjadinya sebuah keajaiban yang sangat langka dan jarang terjadi. Seperti pagi ini dimana aku membantu 3 operasi pasien hamil dengan perdarahan dan komplikasi lainnya silih berganti. Kau tahu apa yang kulakukan di sana? Aku bolak balik ruang operasi - bank darah berkali-kali untuk mengambil berkantong-kantong darah yang harus aku masukkan ke tubuh pasien di atas meja operasi. Memompa setiap kantongnya dengan kedua tanganku, berkejaran dengan derasnya darah yang keluar dari tubuh yang sama. Jika kamu melihatnya, itu seperti menonton film horor dimana sebuah kamar berukuran kecil menjadi lautan darah dalam seketika. Sambil menanti sang tokoh utama, malaikat pencabut nyawa beraksi. Tapi kuakui aku lebih menyukai bertugas di sana dibandingkan harus bernegosiasi dengan seorang ibu yang ingin membunuh darah daging yang baru saja dilahirkannya, atau menjaga pintu bangsal agar tak ada ibu yang melarikan diri meninggalkan anak bayinya yang masih merah tanpa ada perasaan bersalah sedikitpun. Tak jarang pula harus berdebat dengan seorang ibu yang memaksa agar mengganti hasil pemeriksaan darah anaknya dikarenakan golongan darah anak dan orang tuanya tidak berhubungan, demi agar perselingkuhannya tak diketahui oleh sang suami. Atau harus merasa seperti tahanan yang dijaga ketat oleh beberapa bodyguard yang akan segera mengambil seorang anak bayi yang masih harus menyusu kepada ibunya untuk dipisahkan atas kehendak sang nenek mertua hanya karena masalah hak waris dan tetek bengek tak masuk akal lainnya. Jakarta memang kompleks, tapi aku tak pernah menyangka hidup sebegitu gilanya. Lalu dimanakah kata “cinta” itu berada. Ah…….cinta…..seolah dia tak pernah ada dan hanya sebuah bualan rekayasa manusia.
                “Ini pesanan ibu, silahkan.” kehadiran seorang pelayan yang meletakkan secangkir cappucinno dan sepotong Red velvet di meja membuyarkan semua lamunan monologku yang melelahkan. “Shit!” desahku, bukankah aku berada di sini untuk beristirahat dan melupakannya, tapi malah……
“Maaf……tadi ibu bilang apa?” sontak aku terkejut melihat rona wajah pelayan tadi yang sedikit kebingungan. Sepertinya umpatanku tadi terlalu keras. “Ah….tidak, terima kasih” jawabku cepat sambil memberikan senyum manis kepadanya sambil berdoa semoga dia tak mendengar umpatanku tadi. “sama-sama bu, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanyanya sambil membalas tersenyum juga. “Cukup. terima kasih.” jawabku, lalu pelayan itupun berlalu. Demi menghirup sedapnya aroma cappucinno di depanku, pikiranku serasa lebih tenang. Jika kamu pernah menonton film yang mengangkat tema kopi dan dibintangi oleh Chicko Jerichko, kamu akan paham bahwa setiap kopi memiliki filosofinya sendiri, dan aku sependapat. Seseorang terkadang bisa kita nilai dari jenis kopi yang sering diminumnya. Kepribadian penikmat cappucinno itu santai, hidup baginya ringan namun tetap nikmat. Selain itu dia mengutamakan kontrol atas dirinya dan cenderung perfeksionis. Lain halnya dengan Cappucinno, penikmat Espresso yang terasa lebih pekat kopinya, memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Sedangkan pecinta Latte adalah dia yang suka membantu orang dan penyuka kopi tanpa kaffein memiliki kecenderungan obsesif dan pengendali. Terlepas dari itu semua, saat ini aku hanya berharap ada seseorang yang khilaf mencampurkan vodka ke dalam kopiku ataupun memberikan sedikit serbuk ganja di atas red velvetku, untuk kunikmati tanpa rasa bersalah dan seketika hidupku terasa lebih ringan. haha. Rasanya aku mulai gila. Hal yang menjagaku untuk tetap waras adalah saat-saat tenangku menyeruput secangkir kopi, dan menulis puisi. Puisi? benar, puisi, dan lebih anehnya puisi romantis berisikan kata cinta dalam setiap baitnya, walau aku masih beranggapan bahwa cinta hanyalah bualan rekayasa manusia. Setiap kali aku beristirahat di sini, yang ada di atas mejaku adalah secangkir cappucinno beserta dessertnya dan juga sebuah notebook kecil berisikan berjuta kata khayalan. Bagi orang yang belum pernah bertemu dengan cinta itu sendiri, aku seperti orang munafik yang mampu menggambarkannya secara utuh, suci, dan indah akan makna sebuah kata cinta. Sungguh ironi, karena sesungguhnya aku lebih banyak melihat manusia yang menodai makna dari kata yang memabukkan itu. Apakah aku benar-benar sudah gila. Bukankah orang gila tak akan pernah menganggap dirinya gila. Entahlah.
                Tapi kurasa aku benar-benar sudah gila, saat mataku tertuju pada seorang pria yang berjalan dengan anggunnya di atas red carpet menuju panggung kecil di depan kafe ini. Ya, terkadang kafe ini juga mengadakan live music performance di sebuah panggung kecil di depan semua meja pengunjung. Aku baru sadar bahwa hari ini telah berdiri dengan kokohnya sebuah piano berwarna putih yang terlihat begitu kontras dengan karpet merah di atas panggung  yang kini telah menjadi pusat perhatian beberapa pengunjung itu. Beberapa kali aku mengunjungi tempat ini, baru empat kali aku melihat penampilan musik akustik dari dua orang pemuda yang memang khusus disewa sebagai pengisi acara live music performancenya. Terus terang menurut penilaianku penampilan mereka biasa saja, tak ada yang terlalu istimewa walau kuakui mereka mampu membangun suasana untukku menulis beberapa lembar puisi di notebookku. Tapi entah mengapa sejak pria itu berjalan menuju panggung sampai duduk di depan piano itu dan melakukan beberapa tes di sana sini sebelum mulai melakukan pertunjukkan, pandanganku tak mampu lepas darinya. Pria ini seperti memiliki aura yang tak kumengerti. Jika harus menilai penampilan fisiknya kurasa dia seperti pria dewasa pada umumnya, tak terlalu maskulin juga tak terlalu lembut. Wajahnya sedikit persegi dengan kumis tipis dan berpotongan rambut Quiff. Postur tubuhnya tegap dengan tinggi sekitar 170an , tidak terlalu atletis juga tidak gemuk. Berpakaian kemeja berwarna biru gelap berlengan panjang yang dia gulung sepertiganya, celana khaki serta sepatu kets berwarna senada membuatnya terkesan rapi tetapi santai. Dan aromanya……sial, aku bahkan mampu menebak parfum apa yang dia pakai. Hugo boss orange, aroma yang fresh dan manis, perpaduan antara bergamot, citrus dan orange, disusul dengan perpaduan aroma kayu manis serta vanilla yang cukup lembut memberi pesona yang sedikit terasa kuat pada pria itu. Apa kamu penasaran kenapa aku bahkan sampai tahu wanginya, tenang, aku hanya tidak sengaja berpapasan dengan udara di sekitarnya yang tercipta saat dia berjalan di samping mejaku. Ya, posisi mejaku berada tepat di tengah jalan menuju panggung dan berada di urutan pertama dari panggung tersebut. Dan bukankah parfum pria kebanyakan memang dapat tercium bahkan dari jarak yang cukup jauh sekalipun. Tapi yang membuatku yakin bahwa aku sudah gila, adalah ini merupakan kali pertama aku memperhatikan seorang pria sampai sedetail itu. Sungguh tak masuk akal.
                Sayup-sayup terdengar alunan piano yang membuatku tersadar bahwa dia sudah siap menyanyikan sebuah lagu. Dari intronya, aku yakin dia akan membawakan lagu “Listen to your heart” dari Roxette. Lagu lawas yang tak akan pernah lekang dimakan jaman. Aku tak mengerti tentang nada, tapi aku merasa bahwa nada-nada yang dia mainkan terasa sedikit berbeda dari apa yang sering kudengar pada lagu yang sama. Terasa begitu sedih dan sepi. Tapi ringan.
I know there’s something in the wake of your smile.” padam…..padam….jantungku berdebar lebih kencang, aku tak mengerti apakah ini pengaruh kopi yang kuminum atau bukan.
I get a notion from the look in your eyes.” suara baritonnya……..membuat pikiranku terasa ringan dan tipis, melayang dan terbang. Aku mulai berpikir sepertinya memang ada seseorang yang khilaf memasukkan vodka ke dalam kopiku atau memberikan serpihan ganja di atas red velvetku. Memabukkan.
“Listen to your heart, when he’s calling for you. Listen to your heart, there’s nothing else you can do.” fix jantungku sudah sampai pada titik dimana dia lelah tuk berpacu dan akhirnya berhenti. Dan selanjutnya aku tak memikirkan apa-apa selain benar-benar tenggelam dalam performance pria itu.
                Lagu kedua, aku benar-benar menahan air mataku agar tak keluar. Dia begitu menjiwai saat membawakan lagu dari mendiang Elvis Presley berjudul I Can’t help falling in love with you yang dicover ulang oleh Kurt Hugo Schneider. “Take my hand…..take my whole life too….for I can’t help falling in love with you.”tepuk tangan pun mulai riuh di sana-sini. Seketika itu aku memandangnya dan tatapan kami bertemu. Pada sepersekian detik dia tersenyum ke arahku. Pasti aku bermimpi, pikirku.
                Di lagu ketiga aku sudah mulai bisa menguasai diriku. Lampu di dalam kafe sudah mulai menyala semakin terang, menandakan di luar sana sang senja sudah kembali ke peraduannya. Kupikir ini pun sudah waktunya aku meninggalkan tempat ini. Saat aku berkemas dan memanggil pelayan untuk memberikan bill padaku, aku sempat mencerna lagu apa yang pria itu bawakan. Tapi tak satupun kutemukan jawaban. Sepertinya ini adalah lagu yang dia ciptakan sendiri. Tapi saat kudengar liriknya aku merasa sangat familiar. “saat kulepaskanmu…..bukan berarti rasa itu tak ada…..hanya kuingin cintamu utuh…..kuberimu waktu…..agar kau kembali padaku…..utuh”. Ah, lupakan. Jika berlama-lama sepertinya aku akan langsung berubah menjadi penggemar fanatik pria itu, yang akan senantiasa mengikutinya kemana pun dia pergi, yang akan menghadang wanita manapun yang berusaha mendekat. Aku harus bergegas pergi dari sini. Setelah menyelesaikan pembayaran di mejaku, aku langsung menyongsong barang bawaanku dan berjalan menuju pintu keluar. Di saat aku akan membuka pintu, aku merasakan seseorang menepuk bahuku dari belakang. Dan……Astaga! Pria itu berdiri tepat di hadapanku sekarang. Masih sibuk membedakan antara kenyataan dan halusinasi, pria itu berkata “Sejak tadi aku memanggilmu, kenapa kau malah pergi?”.
“Maaf…..apakah kita saling kenal?” kataku sambil berusaha meyakinkan diri bahwa ini nyata.
“Akan.” katanya sambil tersenyum.
“Ya?” tanyaku heran dengan wajah bengong yang benar-benar terlihat bodoh, pastinya, pikirku.
“Apakah kamu tidak mengenal lirik lagu ketigaku?” tanyanya sambil mengeluarkan sesuatu dari saku belakang celananya. “Ini notebookmu, bukan?” tanyanya.
Sambil memperhatikan buku kecil yang sudah sedikit kucal itu, dahiku mengernyit, berusaha mengingat.
Cukup lama sampai akhirnya aku ingat bahwa sepertinya memang itu milikku yang kusangka telah hilang di rumah. Aku memang memiliki banyak notebook serupa, tempatku menumpahkan segala keruwetan pikiranku ke dalamnya. Tak kusangka dia menemukannya dan……membuatnya menjadi sebuah lagu. Gila.
“Iya itu milikku, kupikir notebook itu telah hilang.”
“Maaf, beberapa hari lalu aku menemukannya saat sedang menata panggung untuk menempatkan pianoku. waktu itu aku memanggilmu tapi sepertinya kamu terburu-buru dan aku tak bisa mengejarmu. Tak kusangka di dalamnya terdapat banyak coretan kata yang indah.”
Dia menjelaskan panjang lebar sambil mengembalikan buku itu.
“Tidak apa-apa. terima kasih.” ucapku gugup.
“Namaku Gildan, panggil saja Dan. sepertinya aku benar-benar lancang. maaf ya. Tapi aku benar-benar suka tulisanmu.”
“Panggil saja aku Rhea, dan sepertinya aku harus meminta ganti rugi darimu…..haha..”. ucapku sedikit bercanda untuk menutupi rasa grogiku, yang kemudian aku sesali karena sepertinya hal itu membuat Dan tak berniat mengakhiri percakapan ini. “Oh, Tuhan…….kuatkanlah aku.” jeritku dalam hati.
“Tentu saja, dengan senang hati. Bagaimana kalo kita membicarakannya sambil minum secangkir kopi lagi?” tanyanya sambil tertawa ringan. Tanpa memperdulikan persetujuanku, dia membalik badannya dan mencarikan kursi untuk kami.
Meninggalkanku yang masih diam mematung di depan pintu mendengar pertarungan batinku untuk menyetujui atau menolak permintaannya. Pasalnya kali ini aku benar-benar takut, akan sesuatu yang bergejolak hebat dalam diriku. Perasaan aneh yang tak pernah kualami sebelumnya. Terlebih kepada pria asing yang baru kukenal seperti Dan.
                Akhirnya di malam itu pun, kembali tercipta satu di antara jutaan pertemuan dua insan yang disatukan oleh takdir. Takdir akan sebuah kisah. Kisah cinta, kata bualan rekayasa manusia. Ataukah kata yang bermakna utuh, suci, dan indah. Yang pasti, secangkir cappucinno tak akan pernah berkhianat, maknanya tetaplah santai, ringan namun nikmat. Seperti gelombang rasa yang kualami saat ini, bercampur dengan alunan musik yang begitu kuat serta memabukkan miliknya. Alunan secangkir Cappucinno.


Jikapun secangkir kopi terasa pahit, dia tak akan berkhianat dengan mengatakan manis.
Tak seperti hidup yang mampu berbasa-basi, memutar balikkan antara kenyataan dan mimpi.
Jikapun secangkir kopi berwarna hitam, dia tak akan menolakmu memasukkan putihnya susu ke dalamnya.
Tak seperti hidup yang akan menjadi porak poranda, bercampur aduk jika kamu berusaha mencampurinya.
Secangkir kopi dapat mengajarimu tentang arti hidup. Tapi hidup, belum tentu dapat memberitahumu kenikmatan secangkir kopi yang lugu.

Jumat, 07 Juli 2017

Outlast 2

             Satu lagi PC game yang udah kelar gw khatamkan. Berjudul Outlast 2, merupakan salah satu game sukses yang mengusung genre horror (horor murni lho ya), berbeda dengan game survival-horror dimana pemainnya dipersenjatai untuk mampu melawan, dalam game horor murni ini, pemainnya hanya menunggu waktu untuk "mati". Yapz! karena tokohnya hanya mampu melarikan diri atau bersembunyi untuk bertahan hidup dari musuh.
             Untuk plotnya sendiri, berbeda dari Outlast versi pertama yang mengambil latar di sebuah rumah sakit jiwa (Assylum), Outlast 2 berkisah tentang sepasang suami-istri jurnalis yang ingin mengungkap kematian misterius seorang ibu hamil serta janin dalam kandungannya, yang akhirnya membawa mereka menelusuri "neraka dunia" di dalam teritori Arizona yang misterius dan pertikaian antara 2 kubu : anti-christ (iblis) & "The Heretics". Mampukah sang suami menemukan istrinya yang juga menghilang setelah helikopter yang mereka tumpangi terjatuh dalam perjalanan mereka menemukan kebenaran?
              Walau game ini hanya berbekal Unreal Engine 3 yang terhitung "lawas" yang telah dimodifikasi optimal sebagai basis, game ini hadir dengan kualitas visualisasi yang jauh lebih mumpuni daripada pendahulunya, bahkan mencapai kualitas foto-realistis di beberapa titik. Bagi gw lumayan memanjakan mata lah walau memiliki setting "dark-night" yang cukup menyusahkan.
               Tantangan yang gw suka dari game yang awalnya gw cap "aneh bin geje" ini, selain tidak dipersenjatai dengan senjata atau kemampuan survival lainnya, pemain harus direpotkan dengan merekam / memfoto beberapa scene sebagai petunjuk (kadang malah sambil melarikan diri dari kejaran musuh), tapi di lain pihak, camcorder ini bisa digunakan untuk menguasai medan yang gelap dengan menjadi perpanjangan mata serta telinga lewat fitur Flash & micnya yang bisa menyinari saat suasana benar-benar gelap dan kita harus mendeteksi kehadiran musuh lewat suara langkahnya sambil bersembunyi (lumayan membantu lah), walau harus pinter menghemat baterai karena kita hanya akan menemukan baterai karena kita hanya akan menemukan baterai dan perban di tempat-tempat tertentu saja (paling sering gw mah kehabisan perban gara-gara sering bolak balik ke tempat sebelumnya karena lupa arah, yang bikin gw sering ketahuan musuh.......hehe). Karena emang di sini juga tidak tersedia map / GPS buat menentukan lokasi & arah yang dituju ( ada aja gw sering nyasar, apalagi ini........makanya sering "mati" sia-sia.....haha).
                 Gimana, udah ada gambaran kan tentang game Outlast 2 ini ? yah, overall game ini mampu menghadirkan ketakutan, kecemasan, dan adrenalin secara konsisten lewat visualisasi, audio, dan mekanik gameplay yang mumpuni (khususnya buat cewek penakut kayak gw yang nonton film horor rame-rame di bioskop aja lebih banyak teriak-teriaknya daripada nonton filmnya......hehe). Pokoknya, kualitas game ini cukup membuat siapapun yang memainkannya menyalakan lampu, melepaskan headset, dan akhirnya memilih menggunakan speaker dengan volume seminimal mungkin dan meningkatkan brightness dan contrast ke level maximum di setting game dan monitornya. Masih nggak percaya? silahkan dicoba aja langsung !


Nb : Outlast 2 =spOoky b*st*rD!!!!
* cocok buat : pecinta game horor klasik bin sadis yang mengangkat tema aliran sekte sesat.
* nggak cocok buat : gamer yang g suka game horor tanpa mampu melawan & sering bingung arah (kayak gw) karena berpotensi terkena serangan jantung, amnesia mendadak ataupun kematian sia-sia..........wkwk - apalagi klo mainnya sendirian n malem-malem ^_^

sekian review game kali ini, walau gw bukan pecinta game horor, tapi bukan KiTHz namanya klo berhenti di tengah-tengah permainan....hoho





Senin, 12 Juni 2017

~~~Galeri~~~


//day-1//

Kakiku benar-benar terasa mau copot, dan mati-matian sudah aku mempertahankan senyum ramah di wajahku sejak pagi ini, menyapa ratusan orang, menyalami puluhan mitra kami baik dari pelukis ternama hingga kolektor dan penikmat lukisan. Pameran ini harus sukses, walau baru sebuah pameran pembuka tapi selagi aku dan partnerku Frans, penanggung jawabnya, everything must be perfect.
Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 8 malam, saatnya memastikan semua pengunjung sudah meninggalkan galeri ini karena 1 jam lagi tempat ini sudah harus ditutup. Sampai aku melihat seorang pria masih berdiri memandangi sebuah lukisan, kuperhatikan pria itu sejenak, kutunggu sampai dia berminat untuk meninggalkan tempat itu dengan sendirinya, karena bagiku sangatlah tidak sopan untuk mengganggu seseorang yang sedang menikmati sebuah lukisan. Akhirnya aku memutuskan memanggil pak Pras, satpam gedung ini yang sedang berlalu di depanku. "Pak, tolong pastikan semua pengunjung sudah meninggalkan tempat ini ya, sepertinya masih ada seorang pengunjung di sana." kataku sambil menunjuk ke sebuah sudut dimana pria itu berdiri. Dengan muka sedikit bingung, pak Pras mengiyakan permintaanku dan akupun pergi untuk mengemasi barang-barangku sebelum pulang.

//day-2//
Syukurlah, hari ini pun segalanya berjalan lancar. Seperti biasa, 1 jam sebelum tempat ini ditutup, aku berkeliling untuk memastikan bahwa semua pengunjung sudah keluar sambil memastikan kondisi semua lukisan yang dipamerkan, sedangkan Frans mengurus urusan lainnya di ruang staff. Dan aku kembali menemui pria itu, sedang berdiri melihat lukisan yang sama seperti kemarin. Alih-alih memanggil pak Pras, kali ini aku memilih untuk mendatangi pria tersebut. Entah, aku seperti merasa sedikit penasaran akan pria itu. "Maaf pak, sepertinya Anda harus segera meninggalkan tempat ini karena sebentar lagi tempat ini akan kami tutup dan lagi pula kamera tidak diijinkan untuk masuk ke arena pameran ini." kataku sambil melihat ke arah kamera di tangan kanannya yang aku tak menyadarinya sebelumnya. Pria itu menoleh ke arahku sambil tersenyum. Oh my God! aku tak menyadari bahwa pria ini begitu tampan, kulitnya sangat putih bagai salju, matanya berwarna coklat terang yang begitu teduh dan menenangkan, dan senyumnya, senyum itu.......oh God, rasanya aku mulai meleleh.
"Apa kamu tahu arti sebuah lukisan?" tanyanya. Seketika aku kembali sadar dan berusaha menjawab pertanyaannya. "Setiap lukisan memiliki arti yang berbeda bukan, tergantung siapa yang melukisnya ataupun yang menikmatinya." jawabku sambil merasa sedikit jengkel karena sepertinya tak ada tanda-tanda bahwa pria ini akan segera meninggalkan tempat ini, dan malah mengajakku membicarakan hal yang sudah sejak pagi lelah aku perbincangkan dengan puluhan pengunjung lainnya.
"Lukisan mengandung makna sebuah kenangan, baik kenangan yang akan dirindukan oleh pelukisnya, ataupun kerinduan yang tiba-tiba muncul saat orang-orang melihatnya. Ingatlah bahwa setiap lukisan memiliki cerita, perasaan dan harapannya sendiri. seperti halnya sebuah kerinduan dan kenangan." Jawabnya sambil kembali memandangi lukisan itu penuh arti. Akhirnya aku pun memandangi lukisan itu, tapi sepertinya ada yang aneh, lukisan ini menggambarkan sebuah latar pantai dan senja, tapi seperti ada bagian yang hilang, seperti sebuah lukisan yang belum selesai, dan aku tak ingat pernah meletakkan lukisan ini di sudut ini. Atau lebih tepatnya aku tak ingat pernah melihat lukisan ini. Sebuah hal yang tak wajar mengingat bahwa semua lukisan yang ada di galeri ini sudah seperti anakku yang kurawat sendiri, dan aku mengingat setiap detail lukisan-lukisan yang dipamerkan di galeri ini.
"Apa kamu pernah jatuh cinta?" pria itu kembali mengajukan pertanyaan dan memandangiku yg ukuran tubuhku jauh lebih mungil darinya, sehingga setiap aku memandang wajahnya, aku harus sedikit mendongakkan kepalaku, membuatku tak nyaman. Ataukah pertanyaannya yang lebih membuatku tak nyaman. Apa-apaan sih pria ini, protesku dalam hati.
"Sekali lagi mohon maaf, sepertinya kami sudah terlambat untuk menutup tempat ini." elakku sopan lalu meninggalkannya.
sesaat aku sempat mendengarnya berkata ; " Biarkan cahaya itu menuntunmu."
Saat kulihat pak Pras melewatiku, aku buru-buru memanggilnya dan memintanya untuk menyuruh pria itu segera meninggalkan tempat ini, tak lupa aku menegurnya karena telah lalai membiarkan seseorang memasuki galeri dengan membawa kamera. Lagi-lagi aku langsung pergi meninggalkan pak Pras yang masih tampak kebingungan. Aku harus bergegas, aku sudah terlambat untuk pulang, pikirku.

//day-3//
Aku benar-benar bersyukur bahwa penutupan pameran hari ini berjalan lancar. Setelah aku, Frans dan seluruh tim melakukan rapat evaluasi kami memutuskan untuk segera pulang dan akan merapikan seluruh lukisan di hari berikutnya. Karena hari ini sudah sangat larut dan aku tahu semua orang pasti sudah sangat lelah. Aku pun berjalan menuju pintu keluar bersama Frans, saat aku melewati sebuah sudut dimana aku bertemu dengan pria aneh beberapa hari ini, aku bergumam lirih ; "hari ini sepertinya pria itu tidak datang."
"siapa ?" tanya Frans mengagetkanku. kupikir suaraku tak didengar olehnya tadi.
"seorang pria aneh yang selalu memandangi lukisan itu setiap kali kita akan menutup tempat ini, seorang pengunjung terakhir." kataku
"lukisan?aaahhh.....lukisan seorang pria di sana itu?" ucap Frans yang membuatku sedikit bingung.
"Lukisan seorang pria? bukankah yang ada di sana hanya sebuah lukisan berlatar pantai dan senja yang aneh?"
"Aneh? apa maksudmu?"
"Aneh, seperti lukisan yang belum selesai."
"Haahahaha......mana mungkin kita memajang lukisan yang belum selesai seperti itu, Rhea?" tawa Frans sambil memandangku aneh.
Penasaran, akupun menarik tangan Frans dan menyeretnya ke sudut dimana lukisan itu berada.
Dan......betapa terkejutnya aku, di sana.....aku melihat sebuah lukisan yang berbeda. Tak sepenuhnya berbeda sebenarnya, karena latar lukisan itu sama yaitu pantai dan senja, hanya saja......hanya saja.....bagian yang hilang itu kini telah kembali. Menyempurnakan lukisan itu. Wajah seorang pria, yang seputih salju, bermata cokelat terang yang teduh dan menenangkan, dan tersenyum sambil memegang sebuah kamera. Senyum itu, senyum yang tak pernah bisa kulupakan sejak pertama kali bertemu dengannya. Jantungku berdebar tak karuan, perasaan hangat yang mistis menjalar ke sekujur tubuhku. Otakku seakan beku tak mampu menerjemahkan semua yang terjadi.
"Lukisan ini, kenapa berubah?"
"berubah? seingatku memang seperti inilah lukisan itu sejak awal? Aku dengar dari pak Pras kalo setiap kita akan menutup galeri ini kamu selalu memandangi lukisan ini. Dan setelahnya kamu berbicara tentang seorang pria yang tak pernah pak Pras.........bla.....bla....."
suara Frans tiba-tiba tak terdengar lagi, dan aku seperti terhisap masuk ke dalam lukisan itu. Aku mendengar suara deburan ombak, desiran angin sore, dan suara seseorang yang sedang mengutak-atik sebuah benda,yang tiba-tiba dia menoleh kearahku. sambil sayup-sayup kudengar suaranya berkata "Biarkan....cahaya....itu....menuntunmu."
Zzzrruuukkkkk.......!!! aku merasa kakiku lemas, dan terjatuh ke dunia dimana aku kembali mendengar suara Frans, kutarik tangannya, seketika dia terdiam, menoleh ke arahku, dengan wajah pucat.
"Rhea.....kamu g apa-apa?"
Aku benar-benar tak mengerti......tapi.....
"Frans.......sepertinya......aku jatuh cinta."


~~~Jakarta, 10 Juni 2017~~~