My pLayLisT

Jumat, 09 Desember 2016

Memahami Konsep Waktu



Waktu. Siapa sih yang tak kenal dengan waktu, sedang hidup kita selalu berjalan beriringan dengan waktu. Tapi apa benar kamu sudah mengenal sang waktu ? sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan waktu dan bagaimana kah pembagian waktu menurut Islam ? Nah, beberapa hari yang lalu saya mengikuti kajian unik yang membahas tentang sang waktu, karena merasa tertarik maka saya pun membaca beberapa literasi tentang hal ini. Sekedar keinginan untuk bisa berbagi di tengah waktu senggang saya (untuk sementara ini) dan sebagai pengingat saya di waktu yang akan datang, jadi buat teman-teman yang juga merasa tertarik, Let’s check it out !
                Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), waktu atau masa adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval antara dua buah keadaan / kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian. Tiap masyarakat memiliki pandangan yang relatif berbeda tentang waktu yang mereka jalani. Sebagai contoh : masyarakat Barat melihat waktu sebagai sebuah garis lurus (linier) yang diikuti dengan terbentuknya konsep tentang urutan kejadian. Dengan kata lain, sejarah manusia dilihat sebagai sebuah proses perjalanan dalam sebuah garis waktu sejak zaman dulu, zaman sekarang dan zaman yang akan datang. Berbeda dengan masyarakat Barat, masyarakat Hindu melihat waktu sebagai sebuah siklus yang terus berulang tanpa akhir. Lalu bagaimanakah Islam memandang sang waktu ?
                Sejatinya, dalam kehidupan kita, kita dianugerahi waktu. Waktu sama dengan kesempatan, dan kesempatan adalah nikmat terbesar yang dianugerahkan oleh Allah Swt. kepada kita. Waktu datang dan pergi. Hadir tanpa disadari dan terkadang lenyap juga tanpa disadari. Jika waktu sudah berlalu, maka tidak bisa diulang lagi. Tidak bisa dipanggil, dimodifikasi, atau didatangkan ulang. Kita memang bisa menunda pekerjaan, shalat, haji, shadaqah, puasa, menunda menyelesaikan tugas rumah tangga, menunda berkarya dan lainnya, tetapi kita tidak bisa menunda waktu. Jika kita menunda bekerja, hal itu bukan menunda waktu. Waktu terus berjalan, dan setiap tarikan napas kita makin mendekatkan kita ke liang kubur. Tidak ada yang bisa memperlambat waktu. Begitu pun, tidak ada yang mampu mempercepat waktu. Waktu yang tidak bisa ditunda dan dipercepat akan mempertemukan kita dengan ajal atau kematian. Ajal atau batas waktu hidup termasuk salah satu dari empat konsep waktu dalam Al-Qur’an yang kedatangannya tidak bisa ditunda atau dipercepat. Al-Qur’an membagi waktu dalam beberapa istilah, yakni ajal, dahr, ashr dan waqt itu sendiri. Keempat konsep tersebut memiliki karakter-karakter waktu.(1) 
                 Pertama adalah Ajal. Ajal merupakan satu istilah yang mewakili satu karakter waktu, yakni tidak bisa ditangguhkan, diperlambat, di delay, dimajukan, atau digagalkan sama sekali. Begitu pun, ajal tidak bisa dipercepat barang sedetik pun. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman :
“Katakanlah, ‘Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah.’Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).” (QS.Yunus [10] :49).
Dalam ayat yang lain, Allah Swt. juga menerangkan :
“Dan, Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya.Dan, Allah maha mengenal apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Munaafiquun [63]:11).
                Berdasarkan ayat tersebut, ajal berarti suatu batasan hidup bagi setiap orang. Apa yang terjadi saat batas hidup tersebut tiba? tentu kita tidak lagi memiliki waktu. Waktu yang diberikan oleh Allah Swt. selama hidup untuk digunakan sekehendak kita menjadi tidak bisa lagi digunakan. Jika waktu diibaratkan garis, maka ajal adalah ujung garis itu sendiri. Ajal adalah titik terakhir ketika garis itu berakhir. Titik awal garis tersebut adalah kelahiran, atau dalam konsep Al-Qur’an disebut dahr, yakni suatu titik permulaan, starting point, awal gerak waktu, awal mula manusia dan makhluk lainnya menjalani waktunya masing-masing.
                Kedua adalah dahr. Menurut Toto Tasmara dalam bukunya, Kecerdasan Ruhaniah (2001), dahr adalah asal mula waktu.Yakni suatu permulaan waktu ketika manusia belum disebut manusia. Dahr merupakan batas paling awal dari sebuah perencanaan, atau dalam konteks ini adalah penciptaan. Jika ajal menjadi batas akhir, maka dahr adalah batas awal atau starting point ketika manusia akan berjalan dan hidup di dalam kedua batas itu. (2) Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman :
Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut ?”(QS. Al-Insaan [76] : 1).
                Ayat tersebut menunjukkan awal permulaan waktu ketika waktu belum dapat disebut. Saat itu, bukan hanya manusia yang belum diciptakan, tetapi juga seluruh makhluk. Setiap manusia yang hidup di dunia pasti memiliki awal. Setiap yang memiliki awal pasti memiliki akhir. Dan, setiap yang memiliki akhir juga pasti memiliki awal. Oleh karena itu, ajal dan dahr seperti dua sisi mata uang yang sama. Terpisah tapi tidak bisah dipisahkan.
                Quraish Shihab juga menjelaskan bahwa dahr adalah saat berkepanjangan yang dilalui alam raya sejak diciptakan hingga keruntuhannya. Proses panjang tersebut disebut dahr (3). Seperti dalam firman Allah Swt. berikut :
“Dan, mereka berkata, ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja. Kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa.’Dan, mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al-Jaatsiyah [45] : 24).
                Ayat tersebut mengkritik dan menentang pendapat orang jahiliah yang mengatakan bahwa tidak ada kebangkitan atau kehidupan setelah kematian, karena hanya ada di dunia. Lebih parah, mereka menyangka bahwa dahr adalah penyebab semuanya. Dia (dahr) yang menghidupkan dan mematikan. Tentu pendapat ini ditentang oleh Al-Qur’an.
                Ketiga adalah Waqt. Menurut Quraish Shihab, waqt berartibatas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Oleh Karena itu Al-Qur’an sering kali menggunakannya dalam konteks kadar tertentu dari satu masa. Allah berfirman :
“Maka, apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).Sesungguhnya, shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisaa’ [4] : 103).
                Berdasarkan ayat tersebut, kata “waqt” lebih dekat pengertiannya dengan periode atau ketika waktu digunakan.Waqt jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti waktu atau saat. Dan, konsep Waqtinilah yang paling banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari, karena maknanya adalah waktu, yakni waktu untuk melaksanakan sesuatu. Dalam hal ini, waktu mengharuskan manusia untuk mengisinya, karena waktu yang diisi berarti waktu yang bermakna. Membuang-buang waktu berarti tidak mengisi waktu dengan apa pun atau mengisinya, namun dengan hal yang tidak semestinya, sehingga waktu hilang dengan percuma. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa orang yang panjang umur bukan orang yang lama hidupnya, lama waqt-nya di dunia, panjang jarak antara dahr dan ajalnya, melainkan orang yang mengisi waktu dengan hal-hal yang berguna dan bermanfaat, meskipun umurnya tidak lama.
                Jika ajal adalah akhir waktu manusia, dan dahr adalah awalnya, maka Waqtialah durasi antara dahr dan ajal.Bila ajal merupakan berakhirnya kesempatan, dan dahr menjadi awal atau permulaan dari kesempatan itu, maka waqt adalah saatnya mengambil kesempatan tersebut. Kita bisa bekerja karena ada waqt, bukan karena ada dahr atau ajal. Maka, inilah waktu yang harus benar-benar menjadi perhatian kita, karena Allah Swt. menuntut kita untuk mempergunakannya. Rasulullah Saw. juga mengkritik umatnya yang tidak paham dan mengerti apa yang harus dilakukan antara dahr dan ajal. Rasulullah Saw. bersabda :
“Ada dua kenikmatan yang membuat banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.”(HR. Bukhari).
                Hadits tersebut merujuk kepada Waqt, yakni kesempatan luas, waktu kosong, atau waktu luang ketika kita masih bisa menggunakannya untuk berbagai macam hal. Waktu kosong merupakan nikmat yang besar dari Allah Swt, tetapi kerap dilalaikan dan diabaikan keberadaannya oleh manusia.
                Keempat adalah ‘Ashr, yang dalam bahasa Arab adalah perasan. Tetapi, kata ini bisa diartikan waktu menjelang terbenamnya matahari.Bisa juga diartikan dengan masa secara mutlak. Makna tersebut diambil berdasarkan asumsi bahwa ‘ashr merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia. Karena kata ‘ashrbermakna “perasan”, maka diasumsikan setiap waktu yang ada harus digunakan untuk memeras keringat dan pikiran demi kebaikan di dunia dan akhirat. Jika tidak, maka manusia akan rugi. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman :
“Demi masa.Sesungguhnya, manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”(QS. Al-‘Ashr [103]: 1-3).
                Dalam ayat tersebut, kata “‘ashr” selain mengandung arti masa juga menyimpan makna lain di baliknya, yakni etos kerja. Manusia tidak cukup hanya mengisi waktu, tetapi juga perlu meningkatkan aktivitasnya dengan etos kerja yang tinggi, memeras keringat, membanting tulang, memeras pikiran, sehingga keluarlah saripati kehidupan membuat hidup lebih berarti dan lebih baik. Dengan demikian, lengkaplah dimensi waktu dalam Al-Qur’an, yang satu dengan yang lain saling terjalin membentuk sinergi yang harmonis. Satu bagian menjadi permulaan bagi bagian yang lain. Satu bagian lagi menjadi penanda bagi bagian yang lain.
                Itulah konsep dan pemahaman waktu dalam Al-Qur’an. Waktu bukan sekadar kesempatan atau durasi, tetapi juga memiliki sejumlah konsekuensi bagi pemiliknya. Siapa pun yang memiliki waktu akan dimintai tanggung jawab untuk apa waktunya digunakan. Mereka yang menghargai waktu termasuk orang-orang mukmin yang shalih, sedangkan mereka yang tidak menghargai waktu termasuk mukmin yang tidak shalih.Oleh karena itu, waktu diberikan oleh Allah Swt. kepada hamba-Nya sebagai nikmat yang harus disyukuri dan dihargai. Rasulullah Saw. adalah orang yang sangat menghargai waktu dan hati-hati dalam menggunakan waktu. Bahkan, beliau berpesan berkali-kali kepada umatnya untuk menghargai waktu.
                Nah, sekarang sudah lebih mengerti kan tentang konsep waktu menurut Islam, selanjutnya bagaimana penghargaan Rasulullah Saw sebagai panutan kita, terhadap waktu, dan bagaimana pula mengatur waktu yang baik ala beliau?. Untuk lebih jelasnya akan saya bahas di artikel selanjutnya. Buat yang penasaran, ditunggu ya, and tetep stay tune terus ya
……hoho…..In shaa Allah dalam proses. Untuk kritik, saran atau ada yang mau berbagai silahkan corat-coret di kolom comment di bawah artikel ini. Terima kasih banyak. Semoga bermanfaat ^_^

Sumber :
(1) Dr. Quraish Shihab, 1996. Wawasan Al-Qur’an ; Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, hlm. 546. Bandung : Mizan.
(2) Toto Tasmara, 2001. Kecerdasan Ruhaniah; Membentuk Kepribadian yang Bertanggung jawab, Profesional dan Berakhlak, hlm. 154-159. Jakarta : Gema Insani Press.
(3) Dr. Quraish Shihab, 1996. Wawasan Al-Qur’an ; Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, hlm. 547. Bandung : Mizan.
M. Sanusi. 2014. Meneladani Jam-jam Nabi Saw. dalam Beribadah dan Bekerja.Jogyakarta : Najah.

Selasa, 09 Agustus 2016

Between You and Me



              
Aku duduk termenung sendiri. Di atas hamparan pasir yg putih nan lembut. Berteman suara ombak memecah karang, juga semburat senja yang mulai memudar. Aku mengingatmu, mengingat tentang kita. Seperti yang selalu kulakukan selama 3 tahun belakangan ini saat senja datang, dan kebetulan aku sedang menikmatinya bersama kesendirian. Dan aku kembali mengingatmu, semua tentangmu, setiap detilnya. Bagaikan kumengenal setiap hembusan nafas yang kuhembuskan tanpa bisa kutahan. Walau berulang kali kuberusaha untuk menghentikannya, agar aku bisa bersamamu, atau setidaknya kuberharap sebuah Amnesia datang dan menghapus semua tentangmu, Tapi berapa kali pun aku mencoba hal-hal berbahaya itu, pada akhirnya hanya menyisakan kesepian yang semakin menghujam jantungku. Tak lebih dari itu. Setiap kali aku mengingat kematian.
            Kematian. Apa yang terbersit dalam pikiran orang-orang saat mendengar kata itu ?. Ketakutan, kesedihan, amarah, keputusasaan, ataukah kesepian. Bagiku, kematian berarti kerinduan. Kerinduan yang panjang akan sebuah penantian tak berujung. Sebuah kerinduan yang sia-sia karena aku sebenarnya sadar bahwa sebesar apapun aku merindu, tak akan mampu membawa orang yang kau rindu itu kembali ke dunia ini. Kerinduan yang akan menjelma menjadi sebuah ilusi akan hadirmu, sebuah kerinduan yang bersekutu dengan kenangan untuk menciptakan dirimu dalam wujud yang nyata. Senyata saat aku mampu melihat wajah teduhmu di tengah-tengah air laut yang mulai surut, , senyummu, bahkan kini aku mampu mengingat kembali aroma parfummu saat kita bertemu dulu. Begitu nyata. Dan shit ! aku pasti sudah mulai gila saat kumampu kembali mendengar suaramu yang memanggilku “Rhea….Rhea!”.
            Entah sudah berapa lama aku mencari arti dari sebuah kematian. Dan walau hari-hariku bergelut dengan kehidupan dan kematian secara bergantian, selama 3 tahun aku belum menemukan jawabannya. Sebuah kematian bukannya selalu sama. Membawa kesedihan bagaimanapun caranya. Walau aku berusaha merangkai kata-kata manis seindah mungkin untuk mengantarkan berita duka bagi seorang ayah yang anaknya meninggal sesaat setelah dilahirkan. Itu tak merubah apapun. Saat jenazah bayi mungil kuserahkan kepada sang ayah untuk melihat buah hatinya itu yang selama ini dirindukannya, tuk yang pertama dan terakhir kali. Aku hanya bisa diam terpaku saat lantunan adzan berkumandang di tengah suara isak tangis, sedu sedan yang tertahan, menyelimuti ketegaran seorang laki-laki yang rapuh. Serapuh manusia pada umumnya. Dan bagaimana setelah itu dia harus berusaha tersenyum menenangkan saat dia bertemu dengan istrinya yang masih lemah menahan sakit dan kesedihan sekaligus. Bagaimana kedua insan ini saling menguatkan, bahkan untuk kematian seorang bayi yang belum memiliki nama sekalipun, bukankah kematian itu tetap berat. Dan betapa dunia ini tak adil bagiku, karena setidaknya mereka saling memiliki untuk saling menguatkan. Sedang aku hanya mampu terdiam menyendiri. Ataukah saat kulihat sepasang suami-istri yang berusia lanjut tersenyum saling membahagiakan, bercengkrama bersama walau sang istri tahu bahwa waktunya hanya tinggal menghitung hari dan kisah ini kelak hanya akan menjadi kenangan indah ataukah sendu bagi sang suami yang akan ditinggalkan karena penyakit yang diderita kekasih hatinya itu. Sang suami yang terus berusaha memberikan kekuatan bagi istrinya, walau dalam kesendiriannya dalam sujud yang panjang dia hanya bisa menangis sepuas-puasnya di atas sajadah yang membisu. Tanpa sedikitpun diketahui oleh belahan jiwanya itu. Kematian, betapapun ia dipersiapkan bukankah ia tetap berat. Tapi masih tak adil bagiku, karena setidaknya mereka memiliki waktu untuk bersama walau tak ada kata cukup untuk itu. Sedang aku hanya harus pasrah menerima berita kematianmu yang begitu tiba-tiba sampai aku tak mampu melakukan apa-apa.
            Kau kembali memandangku penuh cinta, walau aku selalu menyeretmu kembali ke dunia yang sepi ini. Bukankah aku wanita egois yang kejam ?. Wanita gila yang tak peduli lagi tentang apa kata orang, bahkan berjuta teori tentang kehilangan, melepas dan menerima. Karena pada kenyataannya ini begitu sulit, Gil. Hidup tanpamu. Dan seketika aku mengutuk semua puisi tentang cinta, atau film-film romansa yang berisi saat tokoh utama laki-laki berkata kepada kekasihnya, “Aku rela mati untukmu.” Betapa bodoh dan egoisnya. Tidakkah sang penulisnya tahu, apa yang akan terjadi pada sang tokoh utama wanita jika lelakinya sudah tak ada di dunia ini. Lalu siapakah yang kemudian akan mencintainya, menjaganya. Meninggalkannya dalam kesendirian, keputusasaan, rasa bersalah sepanjang hidupnya. Tidak tahukah si pembuat skenario bodoh itu bahwa tidak dibutuhkan keberanian untuk mati, tapi ia dibutuhkan untuk tetap hidup. Bahwa apapun yang terjadinya seharusnya lelaki itu harus terus berjuang untuk tetap hidup, untuk tetap mencintai, tetap menjaga dan selalu berada di samping wanitanya. Dan kata-kata itu berubah menjadi “Aku siap hidup untukmu.”
            Gerimis datang tanpa diundang saat tanganku mengukir namamu di atas pasir yang fana ini. Nama kita. Rhea-Gildan. Berharap kau selalu hadir di setiap pantai yang aku kunjungi. Karena aku tahu kau sangat suka pantai, berbeda denganku yang lebih senang memandang matahari terbit diatas pegunungan. Karena kau berkata itu melelahkan. Tapi berapa kalipun aku melakukan ritual ini, tak mampu jua membawamu kembali hadir di sampingku untuk melihat senja di pantai seperti dulu. Kau tahu Gil, aku menikmatinya. Benar-benar menikmati kebersamaan kita ini, sampai tiba-tiba ingatan akan sebuah kalimat datang menamparku. Sebuah kalimat yg terlontar dari seorang laki-laki yang berusaha menembus batasku, batas kita berdua. “Berhentilah menganggap dirimu menjadi orang yang paling kehilangan atas kematian seseorang. Karena sesungguhnya kau bersedih bukan karena itu, tapi karena kau kehilangan sebagian jiwamu bersamanya.” Pria brengsek yang benar-benar sangat kubenci saat dia mengatakan itu padaku. Shit ! Kenapa aku membahasnya saat aku sedang mengenangmu. Di waktu-waktu yang sering kusebut sebagai “Our Time”. Tapi kau tahu Gil, yang berbeda darinya dibandingkan laki-laki lain yang berusaha menggantikan posisimu adalah dia tak pernah memintaku untuk melupakanmu. Dia malah berkata, “Saat kau mengenangnya, jika itu membuat seluruh jiwamu kembali utuh, maka mengapa kau harus berusaha melupakan dan menghapusnya, jika itu malah membuatmu kehilangan sebagian dari dirimu?”. Aku tak mengerti Gil, aku benar-benar tak mengerti dirinya. Seluruh upaya sudah kulakukan untuk membuatnya menjauh, membenciku, tapi semakin kuat ku mencoba dia hanya akan terus datang, dan datang lagi. “Kau tak pernah kehilangan siapapun, kau hanya kehilangan keberanian untuk kembali mencintai .” bisiknya saat aku pernah terpaksa menampar wajahnya saat dia berbicara tentangmu, Gil. Tentang kita.
            “Keberanian untuk kembali mencintai”. Apakah memang dibutuhkan keberanian untuk sekedar mencintai, Gil ?. Pertanyaan itu kembali kuulang-ulang, walau kutahu kau tak akan pernah menjawabnya. Langit semakin deras menumpahkan keberkahannya ke bumi. Menghapus perlahan nama kita yang telah susah payah kuukir. Aku menyerah. Hanya bisa memejamkan mata sesaat sebelum meninggalkan tempat ini. Dan saat itu, dalam sekejap, suara deburan ombak, desiran angin, dan rintik hujan bersekongkol menciptakan sebuah harmoni. Harmoni yang melantunkan sebuah kata manis yang memiliki resonansi mirip dengan suaramu. “Just be brave, Rhea…..”. Saat terkejut dan membuka mata, aku berusaha mencari sumber suara itu, tetapi yang kutemukan hanya sebuah perasaan hangat yang menyelusup perlahan ke dalam hatiku. Bersamaan dengan kehangatan yang mengalir di kedua pipiku. Dan senja pun terbenam menyisakan gelap yang begitu sepi. Meninggalkan aku sendiri.

Kamis, 28 Juli 2016

FOR MY PRECIOUS UKM SHORINJI KEMPO UNAIR



FOR MY PRECIOUS UKM SHORINJI KEMPO UNAIR

                Sebuah persembahan kecil buat UKM Shorinji Kempo UNAIR yang sedang merayakan hari jadinya setiap tanggal 27 Juli. Yes, Happy Birthday for my precious UKM SHORINJI KEMPO UNAIR. Kalo dihitung-hitung udah 35 tahun UKM ini menjadi bagian dari kehidupan sebagian mahasiswa di kampus UNAIR tercinta.
                Ulang tahun, banyak orang yang menjadikan awal suatu yang baru sebagai momen yang istimewa, seperti awal seseorang dilahirkan, awal sesuatu didirikan ataupun awal suatu kejadian/peristiwa, dan lain sebagainya. Guna mengabadikan momen-momen ini agar selalu dapat dikenang, sehingga sebagian orang pada kurun waktu tertentu (satu tahun) merayakannya, yang sering kita sebut sebagai ulang tahun.
                Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ulang berarti kembali seperti semula, sedangkan tahun berarti masa yang lamanya 12 bulan. Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian ulang tahun adalah kembalinya masa tertentu setelah 12 bulan. Bingung? nggak perlu dihapal kok, karena ini nggak akan keluar di ujian besok (khususnya buat para mahasiswa profesi bidan kayak gw….hehe).
                Di luar konteks bahasa, makna ulang tahun bisa bermacam-macam, dari yang memaknainya sebagai suatu perwujudan rasa syukur, kekuatan, ketahanan akan keberadaan sesuatu, peringatan Tuhan akan betapa rindu Dia kepada hambaNya (bahasa halusnya “inget mati woi!”), mengenang sesuatu/seseorang yang sudah tiada ataupun sebagai ajang untuk memperbaiki diri.
                Pada kesempatan kali ini, gw mau mencoba mengajak temen-temen semua bagaimana memaknai ulang tahun UKM kita tercinta ini. Bukan pada bagaimana kita merayakannya, tapi lebih bagaimana hari ini bisa diambil sebagai sebuah pembelajaran dan pengingat kita untuk terus melakukan sesuatu lebih baik lagi. Pertama, makna ulang tahun UKM ini adalah mengenang jasa para pendiri/leluhur/sesepuh kita yang dengan rela telah mengabdikan diri dan waktunya demi berdirinya tempat yang sering gw sebut sebagai rumah kedua ini. Karena mengutip dari istilah “Bangsa yang besar adalah bangsa yang belajar dari sejarahnya”, maka sebuah organisasi pun akan menjadi besar saat ia mampu berkaca dari masa lalu dan menghargai para pendirinya. Pernah denger konsep “Good followers will make a better leader” ? (coba deh baca buku manajemen ato browsing aja biar cepet), maka menjadi seorang good follower dari para pendahulu kita adalah suatu jalan untuk terus dapat mengembangkan diri dan juga mengembangkan organisasi itu sendiri. Karena betapa banyak hal-hal positif dan nilai-nilai kehidupan (yang nyatanya lebih krusial daripada nilai di atas bangku sekolah) yang dapat ditularkan dari seorang pemimpin yang baik kepada generasi penerusnya.
                Bagi UKM ini, kami telah kehilangan salah seorang panutan, bapak, pendiri, guru, sekaligus sahabat kami pada bulan Desember 2014 silam. Hal yang sangat berat kami rasakan di saat UKM ini mulai berkembang dan kami sangat membutuhkan sosok beliau sebagai guru kami dalam menimba ilmu, baik ilmu beladiri Shorinji Kempo maupun ilmu-ilmu kehidupan lainnya. Teringat kembali sebuah puisi yang sengaja gw buat demi meredam rasa sedih dan kehilangan itu :

Langit pagi kota pahlawan tak mampu menyembunyikan dukanya, sepilu hati-hati kami yg ditinggalkan..... Kembali kehilangan sesosok panutan tuk generasi masa depan, guru besar, sahabat, keluarga dan ayah kami semua....

Kami kan merindukan hadirnya, senyumnya yg menguatkan, raut wajahnya yg menenangkan serta petuah bijaknya yg membakar semangat.... 

Sensei, jika pepatah yg mengatakan "patah 1 tumbuh seribu itu benar", biarkanlah tunas-tunas semangatmu kembali hidup di 1000 dada kami yg memberi penghormatan terakhir kepadamu Kami yg berdiri mengantarkanmu ke tempat peristirahatan terindah, menuju tempat terbaik di sisiNya 

Selamat jalan sensei, kau adalah kenshi terbaik yg kami miliki, semoga ajaran perjuangan yg kau tinggalkan ini bisa kami lanjutkan selamanya.... 

# Our beloved Alm. Sensei Juli Sumarsono, Surabaya, 25 Desember 2014


                Semoga dengan mengenang segala jasa beliau bisa kembali menyulut semangat kami untuk terus menjaga amanahya, yaitu menjaga dan mengembangkan UKM ini bersama dengan nilai-nilai Shorinji Kempo di dalamnya.
                Kedua, semoga di hari istimewa ini, bisa menjadi ajang evaluasi bagi kita semua, sudah sejauh manakah diri kita turut serta berkontribusi membangun UKM ini? nggak perlu dijawab, jikalau jawaban-jawaban itu hanya sebagai pembelaan bagi diri yang masih sering lalai ini (khususnya gw). Sudah sejauh manakah kita mampu mengemban amanah para pendahulu kita ? (yang ini juga nggak perlu langsung dijawab karena nggak dinilai sama bu guru) cukup renungkan, evaluasi dan wujudkan kembali dalam wujud nyata.
                Terakhir, seperti halnya acara perayaan ulang tahun pada umumnya, maka ulang tahun adalah ajang dimana harapan-harapan baru bermunculan. Semoga UKM ini terus berjaya, menorehkan banyak prestasi, dan tak lupa, terus menebar manfaat dari waktu ke waktu. Bukan hanya demi para pendahulu kami, tapi juga bagi diri kami, dan demi orang-orang di masa depan yang suatu saat akan menemukan UKM ini sebagai “rumah keduanya”…..hehe…..
                Sekian, semoga tulisan ini bermanfaat, sebagai pengingat, khususnya bagi diri gw sendiri. Keep Fighting Guyz, till the end. Loving U all as always ^_^b


Kamis, 03 Maret 2016

--- Jikalah pada akhirnya ---

Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nantinya.


Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa tidak dinikmati saja sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.


Jikalah luka kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa, sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.


Jikalah benci dan marah akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti diumbar sepuas rasa, sedang menahan diri adalah lebih berpahala.


Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya sedang taubat itu lebih utama.


Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri sedang kedermawanan justru akan melipatgandakannya.


Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti membusung dada, sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia.


Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama, sedang memberi akan lebih banyak memiliki arti.


Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dirasakan sendiri sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna.


Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta.


Jikalah aku akan menjadi masa lalu pada akhirnya........